Saat ini Kita mungkin sudah masuk di Zaman fase ke 4. zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupakan zaman sarat fitnah. Statement ini hampir banyak kesamaan dengan saudara-saudara kaum muslimin lainnya. Mereka rata-rata sudah lelah dan capek menghadapi kenyataan zaman yang sarat dengan provokasi dan penistaan terhadap para Ulama, kaum Muslimin dan ajaran Islam.
Intinya banyak pesan dan sabda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam mengenai fitnah di akhir zaman yang sangat cocok menggambarkan zaman yang sedang kita lalui saat ini. Inilah zaman ketika giliran kemenangan di dunia bukan berada di pihak umat Islam. Ini merupakan zaman di mana Allah Subhanahu Wa Ta’ala menguji orang-orang beriman. Siapa di antara mereka yang mengekor kepada orang-orang kafir, siapa di antara mereka yang hebat imannya dan bahkan rela berjihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala hingga meraih kemenangan Dien-Nya atau mencapai kemuliaan mati syahid. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran 140).
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan bahwa adakalanya umat Islam memperoleh kemenangan dalam medan pertempuran tapi adakalanya kaum musyrikin-kuffar yang menang. Ini merupakan perkara biasa dalam kehidupan di dunia yang fana. Dunia merupakan tempat di mana segala keadaan berubah silih berganti, tidak ada yang tetap dan abadi. Faktanya kadang manusia menang, kadang kalah. Kadang lapang, kadang sempit. Susah-senang, sehat-sakit, kaya-miskin, terang-gelap, siang-malam, berjaya-terpuruk semuanya silih berganti dan selalu bergiliran.
Itulah dunia. Berbeda dengan di akhirat nanti. Manusia hanya punya satu dari dua pilihan keadaan. Pertama, ia mungkin hidup abadi dalam kesenangan hakiki di dalam surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atau sebaliknya, hidup kekal dalam penderitaan sejati di neraka milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sedemikian kelamnya zaman Mulkan Jabariyyah yang sedang kita jalani dewasa ini sehingga seorang Ulama Pakistan yang sempat tinggal lama di Amerika menyebutnya sebagai A Godless Civilization (Peradaban Yang Tidak Bertuhan). Ahmad Thompson, seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris menyebutnya sebagai Sistem Dajjal. Ia mengatakan bahwa sejak runtuhnya Khilafah Islam terakhir -sekitar 90 an tahun yang lalu- memasuki zaman Mulkian Jabariyyah dunia didominasi oleh fihak kuffar. Perjalanan umat manusia semakin menjauh dari nilai-nilai nubuwah, ajaran Islam. Berbagai sisi kehidupan diarahkan oleh nilai-nilai kekufuran sehingga kondisinya saat ini sudah sangat kondusif untuk kedatangan fitnah paling dahsyat, yakni fitnah Dajjal.
Semenjak runtuhnya kekhalifahan terakhir, umat Islam menjadi laksana anak-anak ayam kehilangan induk. Masing-masing negeri kaum muslimin mendirikan karakter kebangsaannya sendiri-sendiri seraya meninggalkan dan menanggalkan ikatan aqidah serta akhlak Islam sebagai identitas utama bangsa. Akhirnya tidak terelakkan bahwa umat Islam yang jumlahnya di seantero dunia mencapai bilangan satu setengah miliar lebih, tidak memiliki kewibawaan karena mereka terpecah belah tidak bersatu sebagai suatu blok kekuataan yang tunggal dan mandiri. Bahkan diantara kaum muslimin sendiri terjadi peperangan yang sangat hebat sampai saat ini. Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam sudah mensinyalir bahwa akan muncul babak keempat perjalanan umat Islam, yakni kepemimpinan para Mulkan Jabariyyah (Raja-raja yang memaksakan kehendak atau zaman diktator).
Inilah babak yang sedang dilalui umat dewasa ini. Jangankan kaum muslimin memimpin dunia, alih-alih mereka menjadi umat yang diarahkan (baca: dieksploitasi) oleh umat lainnya. Inilah babak paling kelam dalam sejarah Islam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala gilir kepemimpinan dunia dari kaum mu’minin kepada kaum kafirin.
Inilah zaman kita sekarang. We are living in the darkest ages of the Islamic history. Dunia menjadi morat-marit sarat fitnah. Nilai-nilai jahiliah modern mendominasi kehidupan. Para penguasa mengatur masyarakat bukan dengan bimbingan wahyu Ilahi dan nilai-nilai Nubuwah, melainkan hawa nafsu pribadi dan kelompok. Berbagai lini kehidupan umat manusia diatur dengan Dajjalic values (nilai-nilai Dajjal). Segenap urusan dunia dikelola dengan nilai-nilai materialisme (Komunisme)-liberalisme-sekularisme, baik politik, sosial, ekonomi, budaya, medis, pertahanan-keamanan, militer bahkan keagamaan. Masyarakat kian dijauhkan dari pola hidup berdasarkan manhaj Kenabian.
Kita lihat dalam bidang politik umat dipaksa mengikuti sistem demokrasi didalamnya ada budaya -tanpa rasa malu dan rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana seorang manusia menawarkan dirinya menjadi pemimpin, bahkan dengan over-confident mengkampanyekan dirinya agar dipilih masyarakat. Sambil menebar setumpuk janji kepada rakyat. Padahal Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
”Hai Abdurrahman, janganlah kamu meminta pangkat kedudukan! Apabila kamu diberi karena memintanya, maka hal itu akan menjadi suatu beban berat bagimu. Lain halnya apabila kamu diberi tanpa adanya permintaan darimu, maka kamu akan ditolong.” (HR Muslim 9/343)
Sementara itu di bidang ekonomi dan keuangan umat dipaksa tunduk pada tiga pilar setan, yaitu Bunga Bank (baca: Riba), Uang Fiat (baca: uang kertas) dan Money Creation yaitu sistem yang memberi kekuasaan pada bank untuk melakukan proses penciptaan uang. Padahal Islam memiliki konsep yang sangat baku tentang uang dan segala bentuk transaksi yang melibatkan uang. Bukan hanya sebatas teori tetapi blue print keuangan Islam memang pernah diwujudkan dalam bentuk nyata sejak masa awal ke-Khalifahan Islam dan terbukti hasilnya berupa kemakmuran bagi seluruh rakyat. Itulah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagai dhzahab (emas) dan fidhdhoh (perak) dan secara empiris berupa dinar dan dirham. Suatu jenis mata uang yang memiliki intrinsic value serta aman dari inflasi.
Di bidang hukum umat dipaksa tunduk pada nilai-nilai legal dan illegal (baca: halal dan haram) berdasarkan hawa nafsu para law-makers. Kita bisa menyaksikan saat ini hampir-hampir perilaku homoseksual dan lesbianisme dianggap legal-halal dengan alasan kemanusiaan. Padahal Allah berfirman:
”Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah 44). Bahkan sistem Mulkan Jabariyyah mencap kebanyakan orang-orang beriman pejuang tegaknya agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai teroris atau setidak-tidaknya dianggap makar. Dan menempatkan para kriminal pelanggar berat HAM sebagai pimpinan negara-negara maju. Di bidang pertahanan keamanan umat dipaksa tunduk pada konsep ashobiyyah (fanatisme kelompok). Angkatan militer berbagai negara dewasa ini dibentuk untuk mempertahankan spirit right or wrong is my country. Barangkali selain angkatan militer Hamas di Palestina, tak ada satupun kekuatan HANKAM yang dibentuk dengan cita-cita menegakkan kalimat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau mati syahid. Kebanyakan prajurit militer modern menjadi budak jalur komandonya.
Mereka tidak pernah dibina untuk menjadi hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala sejati. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran” (QS At-Taubah 111)
Sedangkan seni dan budaya telah menjadi industri syahwat. Sangat langka dijumpai produk di bidang ini yang bila dinikmati membawa manusia menjadi lebih dekat dan mengingat Allah Yang Maha Indah. Hampir semua film, tontonan, nyanyian, tarian maupun novel menyeret manusia kepada pemuasan syahwat semata tanpa pandang halal-haramnya.
Sungguh, nilai-nilai kemaksiatan di zaman Mulkan Jabariyyah ini telah mendominasi segenap lini kehidupan umat manusia. Sistem di zaman Mulkan Jabariyyah ini telah memperoleh kekuasaan yang cukup di seluruh dunia, sehingga kukunya menancap ke setiap sudut kehidupan kaum muslimin. Sekaranglah saatnya kita bersikap dan memilih.
Apakah kita mau mengikuti genderang tarian mengawetkan babak keempat Sistem Mulkan Jabariyyah ini? Ataukah kita secara aktif mempersiapkan diri menyongsong babak kelima, yakni babak Khilafatun ‘ala Minhaj An-Nubuwwah (kekhalifahan mengikuti pola Kenabian) sebagaimana disinyalir Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bakal menjadi babak lanjutan setelah babak penuh fitnah ini berlalu? Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar